Pandangan Orang Jepang Terhadap Kedatangan Bangsa Asing


Pada zaman pemerintahan Bakufu, Jepang masih menggunakan politik isolasi (sakoku) yang membuat terjalinnya suatu hubungan dengan bangsa asing menjadi sangat sedikit. Penulis katakan sangat sedikit, yang berarti bukan tidak mungkin terjalinnya suatu hubungan tersebut, karena pada kenyataannya pihak feodal (bakufu) secara diam-diam telah menjalin hubungan dengan bangsa asing melalui pelabuhan di pulau Dejima. Contohnya adalah dengan pengiriman buku-buku yang (mayoritas) berasal dari belanda, dan mereka memaksa kapal asing yang singgah di sana untuk memberikan informasi mengenai perkembangan ekonomi, politik, perdagangan, hukum, dan hal-hal lainnya yang terjadi di luar Negara Jepang. Tetapi pemerintah saat itu sama sekali tidak membiarkan rakyat mengetahui hal tersebut.


Setelah berakhirnya masa pemerintahan Bakufu, yaitu pada masa terjadinya Restorasi Meiji, bangsa Jepang perlahan mulai membuka diri pada bangsa asing. Setelah melalui proses yang begitu rumit dan panjang, akhirnya bangsa Jepang dapat sepenuhnya membuka diri pada bangsa asing. Cara pandang bangsa Jepang terhadap bangsa asing pun mulai berubah. Mereka tidak menganggap bangsa asing sebagai musuh –seperti yang telah menjadi dogma bagi bangsa Jepang selama ini- tetapi justru mereka banyak belajar mengenai budaya, teknologi, dan bahasa bangsa lain, dengan tujuan untuk menerapkan kemajuan ilmu pengetahuan yang telah dicapai bangsa asing pada negaranya sendiri. Walau Jepang sempat tertinggal dari bangsa lainnya pada waktu politik isolasi, tetapi mereka dengan cepat dapat mengejar ketertinggalan tersebut, bahkan dapat melampaui Negara asia lainnya.

Pencapaian bangsa Jepang ini erat kaitannya dengan cara pandang bangsa Jepang terhadap bangsa asing. Mereka dapat mengakui eksistensi bangsa asing, menerapkannya dalam budaya dan pola pikir mereka tanpa meninggalkan identitas nasional bangsa Jepang yang telah terbentuk dan tertanam semenjak zaman Bakufu yang berlangsung hampir selama 200 tahun.

Yang menjadi pertanyaan di sini ialah, bagaimana pandangan orang Jepang terhadap bangsa asing?

Dalam interaksi di antara sesama warga masyarakat sepanjang perjalanan sejarah Jepang, tampaknya semangat untuk bertoleransi dan saling memaafkan, merupakan salah satu ciri yang menonjol dalam cara berpikir orang Jepang ketimbang semangat untuk saling menaklukkan. Sesungguhnya, semangat untuk bertoleransi dan saling memaafkan di sini, lebih dilandasi oleh ketatnya kontrol sosial dan kuatnya tekanan terhadap individu orang Jepang di dalam kehidupan bermasyarakat, jika dibandingkan bangsa-bangsa lainnya. Dengan demikian, dari segi kesadaran subyektif masing-masing orang Jepang, jelas sekali yang tampak muncul ke permukaan adalah semangat toleransi dan saling memaafkan tersebut. Orang Jepang tidak membenci secara serius orang asing.

Penulis telah mencoba mengungkapkan beberapa ciri yang menonjol dalam cara berpikir orang Jepang yang bersifat naturalistis, pragmatis, dan realistis. Suatu pola berpikir yang tumbuh dan berkembang sebagai hasil dari akulturasi ajaran agama Budha, agama Shinto, dan Konfusianisme, yang pada gilirannya melahirkan berbagai sekte agama Budha Jepang yang bersifat sinkretis. Bagi masyarakat Jepang modern di abad ke-21 ini, adanya pola berpikir yang bersifat naturalistis, pragmatis, dan realistis tersebut di atas—secara langsung maupun tidak langsung— ikut andil dalam menampilkan suatu “kontradiksi tetapi serasi” di antara wajah masyarakat Jepang yang bersifat shukyoteki (agamis) di satu sisi, dengan wajah masyarakat Jepang yang gensezokuteki (modern, sekuler) di sisi yang lain.
Demikian pula halnya yang terjadi dengan pandangan bangsa Jepang terhadap bangsa asing. Mereka dapat menempatkan bangsa asing sebagai kawan sekaligus rival. Sebagai kawan, karena mereka dapat menerima kehadiran bangsa asing dengan terbuka, mengenalkan kebudayaan dan peradaban bangsanya kepada bangsa asing -dengan tujuan untuk keuntungan bangsanya sendiri dan untuk lebih mempererat hubungan yang telah terjalin-, pengadopsian sistem ekonomi dan pendidikan, dan berbagai hal lainnya. Sebagai rival, mereka terus berkompetisi dengan bangsa asing dalam berbagai hal, termasuk diantaranya penciptaan produk industri, kemajuan teknologi, kemajuan ilmu pengetahuan, perangkat kemiliteran, pemberdayaan sumber daya alam dan tenaga kerja, dan lainnya.

sumber : buku pelajaran sejarah Jepang 

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Pandangan Orang Jepang Terhadap Kedatangan Bangsa Asing"

Post a Comment