Dampak Kebijakan Politik Isolasi (Sakoku) yang Dijalankan oleh Pemerintah Tokugawa


Pemerintahan keshogunan Tokugawa Jepang sejak tahun 1639 telah menjalankan politik isolasi (sakoku) hampir selama 200 tahun. Pada saat itu, demi menciptakan keberlangsungan pemerintahan yang dipimpin oleh klan Tokugawa, pemerintah Bakufu memberlakukan sistem keshogunan yang semua shogunnya merupakan saudara sedarah dari klan Tokugawa, dan menetapkan kebijakan Sankin Kotai. Kebijakan Sankin Kotai tersebut menetapkan bahwa setiap shogun harus menetap secara bergantian di Edo (ibukota Jepang pada masa itu, sekarang bernama Tokyo) selama satu tahun dan meninggalkan anak-istri mereka sebagai jarahan politik di Edo.


Saat itu Jepang sedang mengalami krisis ekonomi akibat pesatnya pertumbuhan penduduk, pemberontakan para petani, dan adanya upacara ritual untuk penghormatan kepada shogun yang menghamburkan uang negara.
Pada saat yang bersamaan, banyak kapal-kapal dagang dari Barat yang mendesak untuk berlabuh di pelabuhan Jepang -agar pelabuhan Jepang dibuka sebagai pelabuhan persinggahan dan perdagangan- seperti kapal dagang VOC yang menuju Indonesia, kapal Portugis, Belanda, Inggris, dan kapal-kapal dari negara lainnya. Tetapi pemerintah Bakufu tidak mengabulkan permintaan tersebut dan malah memperketat penjagaan di daerah sekitar pelabuhan agar kapal dagang asing tidak masuk ke Jepang. Hanya kapal dagang dari Belanda saja yang diperbolehkan untuk berlabuh di pelabuhan pulau Dejima. Melalui pelabuhan tersebut pemerintah Bakufu malah dapat mengontrol dan memonopoli perdagangan dengan luar negeri. Melalui kapal dagang Belanda ini pula banyak buku-buku barat dimasukkan -terutama buku Belanda- dan akhirnya Tokugawa Yoshimune (Shogun Tokugawa ke-8) mengizinkan secara resmi pengimporan buku-buku barat yang kemudian banyak diterjemahkan kedalam bahasa Jepang, dan ilmu yang mempelajari ilmu dari Belanda ini dinamakan Rangaku. Di pihak lain, Studi Nasional (Kokugaku) yang tengah dijalankan oleh para cendekia Jepang, telah mempertebal semangat nasionalisme Jepang dengan Tennou (Kaisar Jepang) sebagai simbolnya.
Kerasionalitasan ilmu Barat dan ketradisionalitasan Kokugaku yang berakar pada Kojiki (catatan kuno sejarah Jepang tentang silsilah Tennou) dan kepercayaan Shinto yang berusaha mengembalikan pemikiran penghormatan kepada Tennou telah menyebabkan terjadinya kebangkitan gerakan anti-Bakufu. Pada masa inilah akhirnya Pemerintah Tokugawa tumbang dan berganti dengan terjadinya Restorasi Meiji yang mempelopori proses pembukaan diri Jepang terhadap Barat dan negara-negara lainnya.

DAMPAK DARI KEBIJAKAN SAKOKU
Kebijakan Sakoku yang telah dijalankan hampir selama 200 tahun itu telah membuat Jepang menjadi suatu negara yang mempunyai ciri khas negaranya sendiri yang menonjol. Sesuai dengan apa yang telah penulis telaah, terdapat 4 dampak yang terjadinya akibat diberlakukannya kebijkan Sakoku, yaitu sebagai berikut :
1. Terbentuknya identitas nasional Jepang
Politik Isolasi selama lebih dari 200 tahun ini ternyata telah berhasil membangun Jepang dengan identitas masyarakat feodal yang kuat sebagai identitas masyarakat Jepang, dan kebudayaan Jepang telah mengalami proses kematangan pada masa isolasi ini.
2. Mencegah Jepang dari perang-perang besar
Selama diberlakukannya politik isolasi ini, karena yang bertindak sebagai penguasa di Jepang adalah keturunan Tokugawa, maka tidak terjadi perang-perang besar antara klan yang satu dengan lainnya seperti yang telah terjadi pada masa pemerintahan sebelum Tokugawa.
3. Terciptanya rasa Nasionalisme yang tinggi di diri masyarakat Jepang
Jepang menganut sistem kepercayaan Shinto yang berpusat pada pemujaan terhadap Tennou, dan perkembangan Studi Nasional (Kokugaku) telah mempertebal semangat nasonalisme Jepang dengan Tennou sebagai simbolnya.
4. Terjadi banyak ketertinggalan Jepang dari bangsa Barat
Pada masa bangsa Barat telah maju dalam bidang industrialisasi, Jepang masih merupakan negara feodal terbelakang.
sumber : Dari berbagai buku

Subscribe to receive free email updates:

4 Responses to "Dampak Kebijakan Politik Isolasi (Sakoku) yang Dijalankan oleh Pemerintah Tokugawa"

  1. Di masa modern sekarang ini, Jepang sudah jauh lebih terbuka walaupun jejak era sakoku jidai masih ada dalam budaya Jepang terutama dalam hal berkomunikasi dengan mereka yang agak tertutup.

    ReplyDelete
  2. Benar sekali mas Denny Pancing.
    Gendai no hito, atau orang modern Jepang masih belum seperuhnya terbuka. Terlebih orang-orang angkatan tua saat ini. Mereka masih memegang erat "soto" dan "uchi" nya.

    ReplyDelete